Selasa, 17 Juni 2008

perenialisme

perenialisme

Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekal atau selalu. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Jalan yang ditempuh oleh kaum perenialis adalah dengan jalan mundur ke belakang, dengan menggunakan kembali nilai – nilai atau prinsip – prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat, kukuh pada zaman kuno dan abad pertengahan.
Dalam pendidikan, kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta mambahayakan tidak ada satu pun yang lebih bermanfaat daripada kepastian tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku pendidik. Mohammad Noor Syam (1984) mengemukakan pandangan perenialis, bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal.

konstruksivisme

Konstruksivisme

Konstruktivisme pada dasarnya merupakan sebuah teori tentang bagaimana orang
belajar. Teori ini memandang seseorang sebagai makhluk yang aktif dalam
mengkonstruksi ilmu pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Di dalam
konteks pembelajaran, siswa dipandang sebagai individu yang aktif membangun
pemahamannya sendiri dan pengetahuan dunia sekitarnyanya dengan mengalami
sendiri dan merefleksikan pengalaman tersebut.

Dalam Konstruktivisme, guru berperan sebagai fasilitator dalam proses
pembelajaran. Ia sebaiknya mengetahui tingkat kesiapan anak untuk menerima
pelajaran, termasuk memilih metode dan teknik yang tepat dan sesuai dengan tahap
perkembangan anak. Dalam kaitannya dengan pembelajaran mata pelajaran tertentu,
guru seharusnya mengetahui hakikat mata pelajaran itu sendiri, hakikat anak, dan
cara mengajarkan mata pelajaran tersebut menurut teori yang diterapkan. Guru
yang tidak mengetahui ketiga hal tersebut di atas bagaikan tidak mempunyai dasar
dan tujuan yang jelas dalam mengajar.