Rabu, 30 Juli 2008

filsafat skolastik dan pendapat dari para tokohnya

Filsafat Skolastik menemukan puncak kejayaannya waktu Thomas Aquinas menjadi filsuf pokoknya. Filsafat skolastik dikembangkan dalam sekolah-sekolah biara dan keuskupan. Para filsuf skolastik tidak memisahkan filsafat dari teologi kristiani. Jadi dapat dikatakan bahwa filsafat integral dalam ajaran teologi.

tokoh-tokohnya
thomas aquinas
Aquinas merupakan teolog skolastik yang terbesar. Ia adalah murid Albertus Magnus. Albertus mengajarkan kepadanya filsafat Aristoteles sehingga ia sangat mahir dalam filsafat itu. Pandangan-pandangan filsafat Aristoteles diselaraskannya dengan pandangan-pandangan Alkitab. Ialah yang sangat berhasil menyelaraskan keduanya sehingga filsafat Aristoteles tidak menjadi unsur yang berbahaya bagi iman Kristen. Pada tahun 1879, ajaran-ajarannya dijadikan sebagai ajaran yang sah dalam Gereja Katolik Roma oleh Paus Leo XIII.

Thomas mengajarkan Allah sebagai "ada yang tak terbatas" (ipsum esse subsistens). Allah adalah "dzat yang tertinggi", yang memunyai keadaan yang paling tinggi. Allah adalah penggerak yang tidak bergerak. Tampak sekali pengaruh filsafat Aristoteles dalam pandangannya.

Dunia ini dan hidup manusia terbagi atas dua tingkat, yaitu tingkat adikodrati dan kodrati, tingkat atas dan bawah. Tingkat bawah (kodrati) hanya dapat dipahami dengan mempergunakan akal. Hidup kodrati ini kurang sempurna dan ia bisa menjadi sempurna kalau disempurnakan oleh hidup rahmat (adikodrati). "Tabiat kodrati bukan ditiadakan, melainkan disempurnakan oleh rahmat," demikian kata Thomas Aquinas.

albertus magnus

Disamping sebagai biarawan, Albertus Magnus juga dikenal sebagai cendikiawan abad pertengahan. Ia lehir dengan nama Albert von Bollstadt yang juga dikenal sebagai “doctor universalis” dan “doctor magnus” kemudian bernama Albertus Magnus (Albert the Great). Ia mempunyai kepandaian luar biasa. Di universitas Padua ia belajar artes liberales. Ilmu-ilmu pengetahuan alam, kedokteran, filsafat aristoteles, belajar teologi di Bulogna, dan masuk ordo Dominican tahun 1223, kemudian masuk ke Koln menjadi dosen filsafat dan teologi.

Terakhir ia diangkat sebagai uskup agung. Pola pemikirannya meniru Ibnu Rusyd dalam menulis tentang Aristoteles. Dalam bidang ilmu pengetahuan, ia mengadakan penelitian dalam ilmu biologi dan ilmu kimia.

Wiliam Ockham

Ia merupakan ahli piker Inggris yang beraliran skolastik. Karena terlibat dalam pertengkaran umum dengan Paus John XXII, ia dipenjara di Avignon, tetapi ia dapat melarikan diir dan mencari perlindungannya pada Kaisar Louis IV. Ia menolak ajaran Thomas dan mendalikan bahwa kenyataan itu hanya terdapat pada benda-benda satu demi satu, dan hal-hal yang umum itu hanya tanda-tanda abstrak.

Menurut pendapatnya, pikiran manusia hanya dapat mengetahui barang-barang atau kejadian-kejadian individual. Konsepo-konsep atau kesimpulan-kesimpulan umum tentang alam hanya merupakan abstraksi buatan tanpa kenyataan. Pemikiran yang demikian ini, dapat dilalui hanya lewat intuisi, bukan lewat logika. Di samping itu, ia membantah anggapan skolastik bahwa logika dapat membuktikan doktrin teologis. Hal ini akan membawa kesulitan dirinya yang pada waktu itu sebagai pengusahanya Paus John XXII.

Peter Abelardus

Eropa membuka kembali kebebasan berpikir yang dipelopori oleh Peter Abelardus. Ia menginginkan kebebasan berpikir dengan membalik diktum Augustinus-Anselmus credo ut intelligam dan merumuskan pandangannya sendiri menjadi intelligo ut credom (saya paham supaya saya percaya). Peter Abelardus memberikan status yang lebih tinggi kepada penalaran dari pada iman.

Nicolas Cusasus
Menurut pendapatnya, terdapat tiga cara untuk mengenal, yaitu lewat:

Indra
Dengan indra kita, akan mendapatkan pengetahuan tentang benda-benda berjasad, yang sifatnya yang sifatnya tidak sempurna

Akal

Dengan akal, kita akan mendapatkan bentuk-bentuk pengertian yang abstrak berdasar pada sajian atau tangkapan indra.

Intuisi

Dengan intuisi, kita akan mendapatkan pengetahuan yang lebih tinggi. Hanya dengan intuisi inilah kita akan dapat mempersatukan apa yang oleh akal tidak dapat dipersatukan.


2 komentar:

eminen.id mengatakan...

Ya kira-kira seperti itu pandangan umum tentang filsafat di era skolastik, usaha untuk mencocokkan antara agama dan akal..tetapi pada hakikatnya, mereka hanya mempergunakan jargon akal untuk menjustifikasi kebenaran akidah/keimanan mereka (kristen) yang sebenarnya telah terjadi penyelewengan didalamnya..bukan memposisikan akal sebagai alat utk mencari kebenaran. Intinya beriman dulu agar bisa berpikir, bukan berpikir dulu sebelum beriman.

Profesor Ndeso mengatakan...

Manstrab!!LAGI NYARI MATERI SKOLASTIK NI. ..Salam sukses mas BOS!! eh..mohon maaf jika pernah dan akan,blog saya mizan poenya ( http://www.mizan-poenya.co.cc ) copas tanpa izin dulu dari admin blog ini, mohon izin dan ikhlasnya..agar lebih bermanfaat untuk sesama..terima kasih!saya doakan semoga mas BOS tambah sukses..amin.(mizan banjarnegara)